
Kita masih sangat ingat bahwa beberapa saat lalu ‘kemenangan-kemenangan’ penting itu telah menyatukan segenap warga bangsa ini dalam sebuah kesadaran bersama bahwa teramat jelas negaranya memang sedang tidak baik-baik saja. Dan kita juga masih ingat bahwa ‘kemenangan-kemenangan’ penting itu juga telah menyatukan segenap kekuatan civil society dalam semangat bersama untuk membersihkan Negara ini dari praktik dan perilaku yang korup. Segenap warga bangsa, kekuatan civil society berada dalam kesadaran dan semangat yang sama. Sudah sangat jelas bahwa itu adalah situasi yang dapat kita sebut sebagai momentum. Ada massa yang signifikan disana. Dan ada kecepatan gerak yang nyata untuk memaksakan terjadinya perubahan ke arah perbaikan total. Tiada keraguan bahwa inilah momentum.
Tapi itu adalah situasi pada beberapa saat lalu. Sekarang, momentum itu seolah perlahan menghilang. Ini karena massa pengusungnya mulai terpecah belah konsentrasinya pada isu-isu kecil yang nampaknya sengaja dimunculkan. Penguasa dan para kelompok kepentingan sepertinya menyadari betul tentang hukum fisika dari momentum. Hukum fisika berbicara bahwa momentum sebuah partikel dipandang sebagai ukuran kesulitan untuk mendiamkan benda. Sebagai contohnya, sebuah truk berat mempunyai momentum yang lebih besar dibandingkan mobil ringan yang bergerak dengan kelajuan yang sama. Sehingga gaya yang lebih besar dibutuhkan untuk menghentikan truk berat tersebut dibandingkan dengan menghentikan mobil yang ringan. Analogi ini menggambarkan bahwa untuk memperkecil momentum lalu kemudian secara perlahan menghilangkannya maka cara terbaiknya adalah memecah kekuatan massa pengusung momentum tersebut sehingga konsolidasi massa yang makin membesar dapat dicegah. Dan pada akhirnya, seiring berjalannya waktu maka mereka akan kehilangan momentum dengan sendirinya. Dan di sisi lain yang berseberangan secara diametral, situasi itu menciptakan momentum bagi pengusung sistem yang korup untuk membenahi diri dan menjalankan strategi baru yang lebih canggih.
Pada akhirnya, ini soal siapa atau pihak mana yang lebih lihai untuk dapat memanfaatkan momentum. Saat ini terlalu banyak ‘sapu kotor’ yang menguasai dialektika di ruang-ruang publik. Sementara di sisi lain, peranan ‘sapu bersih’ untuk memanfaatkan momentum semakin meredup. Padahal kita semua tentunya sangat berharap bahwa para pengusung perbaikanlah yang dapat memanfaatkan momentum ini. Cukuplah bahwa hilangnya momentum pada 12 tahun lalu untuk melakukan perbaikan total menjadi pelajaran yang berharga. Lalu sekarang, apakah kita akan mengulangi kembali kesalahan tersebut? Apakah kita akan menyerah kalah pada para pengusung sistem yang korup dengan membiarkan mereka merebut momentum kali ini untuk merekonsolidasi diri? Ataukah sesungguhnya ini bukti bahwa kekuatan massa dari pengusung perubahan ke arah perbaikan belumlah signifikan untuk mengarahkan momentum tersebut menuju perbaikan total.
Please, jangan biarkan momentum yang teramat berharga ini menghilang. Masih ada ruang tersisa untuk menghidupkan dan mengarahkan momentum ini. Tentu saja kita menyadari bahwa bagian yang paling sulit adalah bagaimana mempersatukan segala perbedaan ditengah para pengusung perbaikan. Tapi tentu saja kita pasti bisa. Bisa bila kita mau menaklukkan para mafia pengusung sistem korup yang menguasai Negara ini yang selalu mencegah transformasi sosial besar benar-benar terjadi di Indonesia.
Once more time, please, jangan biarkan para kleptokrat terus merajalela menebar praktik dan perilaku yang korup. Sistem korup yang telah menjadi rumah nyaman bagi para kleptokrat dan kroninya ini harus diperbaiki secara menyeluruh. Dan rantai kleptokratisasi ini harus diputus. Dihentikan sekarang juga pada momentum kali ini. 2010, sebuah momentum.
No comments:
Post a Comment